Piala UNPSA untuk Sistem EDAT dari Teluk Bintuni

By Admin

nusakini.com--Peringatan Hari Pelayanan Publik Internasional di Marrakesh, Maroko, menjadi saksi pertama kalinya Indonesia mendapat piala dari United Nations Public Service Awards (UNPSA). Istimewanya lagi, juara ini diraih oleh kabupaten di Indonesia bagian Timur, yakni Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni dengan inovasi berjudul Sistem Early Diagnosis and Treatment (EDAT) yang berhasil mengurangi penyakit malaria di Bumi Cendrawasih tersebut. 

Berlokasi di Palm Aire Hotel and Resort, Marrakesh, Under Secretary General UN, Liu Zhenmin, bersama PM Maroko Muhammad bin Abdul Kadir menyerahkan piagam serta piala kepada Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Diah Natalisa dan perwakilan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni Dominggus Mobilala, akhir pekan lalu.

Sistem EDAT adalah salah satu dari 21 inovasi pelayanan publik terbaik dari Indonesia yang diajukan ke UNPSA. Kab. Teluk Bintuni berhasil menjadi juara pertama dalam kategori Menjangkau yang Paling Miskin dan Rentan Melalui Layanan Inklusif dan Kemitraan di wilayah Asia Pasifik. “Kita sangat bersyukur atas prestasi ini, dan tentunya atas doa restu semua penyelenggara pelayanan publik di Indonesia,” ujar Diah, di Jakarta, Senin (25/06). 

Pengembangan inovasi ini bermula dari maraknya kasus malaria yang menjangkit masyarakat Papua, khususnya di wilayah Teluk Bintuni. Program EDAT dilaksanakan melalui pembentukan Juru Malaria Kampung (JMK) atau spesialis malaria yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pendidikan masyarakat tentang identifikasi, pencegahan, dan pengobatan malaria. Melalui sistem ini pula, aparat terkait melatih penduduk desa sebagai petugas kesehatan, mengemas obat-obatan malaria agar lebih mudah digunakan, dan memastikan kualitas asuransi yang terintegrasi. 

Tentu Pemkab Teluk Bintuni tidak bekerja sendiri untuk mereduksi penyakit endemik ini. Pemkab juga berkolaborasi dengan organisasi non-pemerintah dan sektor swasta. Inovasi itu sangat tepat, mengingat Papua menempati urutan teratas sebagai penyumbang kasus malaria terbanyak di Indonesia. 

Pada tahun 2009, penderita malaria mencapai angka 115 per 1000 penduduk. Setelah diimplementasikan sejak 2010, sistem EDAT berhasil mereduksi wabah malaria. Tahun 2015, kasus malaria ini turun menjadi 2,4 per 1000 penduduk. Pada 2017, program ini berhasil mereduksi penyebaran malaria dari angka 9,2 persen ke angka 0,02 persen di 12 Desa. Selain mengurangi penyebaran, program ini juga sukses mengurangi tingkat morbiditas malaria dari 115 penderita per 1000 penduduk (2009) menjadi 5 penderita malaria dari 1000 penduduk (2016). 

Sebelum diusulkan ke UNPSA, Kementerian PANRB menggelar Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) dan terus melakukan pendampingan. “Tentunya kami sangat berbangga karena kebijakan one agency one innovation yang digaungkan sejak 2013 mendapat respon yang sangat positif dari ASN di seluruh tanah air,” imbuh Diah. 

Pada kategori yang sama dengan Indonesia, Austria menjadi juara di wilayah Eropa Barat dengan program pelatihan bagi para migran dan pengungsi. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pengungsi berdatangan ke Austria. Namun mereka memiliki masalah dan hambatan baru di negara tujuan mereka, yakni permasalahan bahasa, budaya, dan pekerjaan. Pada saat yang sama, penurunan demografi di Eropa menyebabkan kekurangan pekerja magang dan keterampilan untuk mengisi suatu pekerjaan. 

Dengan program yang dinamakan Talents for Austria mendirikan pendidikan asrama tanpa tunjangan. Dalam asrama itu, para pengungsi disediakan perawatan primer, pendidikan bahasa dan budaya, pelatihan kerja dan penempatan kerja. Program ini terfokus pada bahasa Jerman, pendidikan dasar matematika, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Sosial dan sains. Untuk pekerjaan, mereka memberikan pelatihan kerja di bidang pariwisata, konstruksi lokal dan regional, serta penempatan. (p/ab)